CIREBON — Paguyuban Pelangi Cirebon mendesak Pemerintah Kota Cirebon untuk segera melakukan simulasi dan sosialisasi menyeluruh terkait rencana penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2026. Desakan ini muncul setelah mencuatnya kekhawatiran warga mengenai potensi kenaikan tarif PBB yang dinilai cukup drastis.
Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati Latu Meten, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan berbagai masukan kepada pemerintah daerah demi memastikan kebijakan PBB tidak membebani masyarakat.
Menurut Hetta, paparan awal dari pemerintah menyebutkan bahwa kenaikan tidak akan melebihi 20 persen. Namun, temuan di lapangan menunjukkan hal berbeda, di mana sejumlah objek pajak berpotensi mengalami kenaikan hingga 100 persen, terutama untuk kategori tanah dan luas lahan tertentu.
“Ada data yang menyebutkan kenaikan hanya sekitar 20 persen. Tetapi pada kategori tanah tertentu bisa melonjak sampai 100 persen, tergantung klasifikasi dan luas lahan. Untuk NJOP 725, kami juga masih berjuang agar tidak naik setinggi itu,” ungkap Hetta, Senin (24/11/2025).
Hetta menambahkan bahwa keputusan final mengenai besaran PBB nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwal). Hingga kini, pihaknya masih menunggu rancangan Perwal yang sedang digodok oleh BPKPD Kota Cirebon.
“Tadi Pak Mastara dari BPKPD menyampaikan bahwa rancangan Perwal PBB 2026 masih dibahas. Kami berharap penyusunannya mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini,” ujarnya.
Paguyuban Pelangi juga mengajak media untuk turut mengawal proses penyusunan kebijakan tersebut agar aspirasi warga tidak diabaikan.
Hetta menjelaskan bahwa idealnya, penyesuaian PBB 2026 tetap mengikuti arahan Wali Kota Cirebon yang melalui Gubernur Jawa Barat sebelumnya mengimbau agar kenaikan tarif tidak memberatkan dan, bila memungkinkan, mengikuti pola penyesuaian seperti tahun 2023.
“Kami menunggu rancangan Perwal yang katanya keluar pekan depan. Kami juga akan melihat kembali angka-angkanya, apakah sesuai dengan paparan BPKPD atau justru berbeda. Semua harus jelas agar kebijakan yang diterapkan benar-benar adil,” katanya.
Hetta menegaskan bahwa lonjakan PBB yang terlalu tinggi akan memberikan dampak langsung pada sejumlah sektor penting seperti properti, perumahan, dan perbankan—sektor yang saat ini sedang mengalami perlambatan.
“Dengan perjuangan kami bersama berbagai paguyuban, kami berharap perekonomian Kota Cirebon bisa kembali bergairah. Kami ingin Cirebon tumbuh sebagai kota bermartabat, menjadi pusat pertumbuhan, dan melaju bersama wali kota baru serta dukungan DPRD,” pungkasnya.**



