CIREBON disinilah.id
Pasangan suami istri (Pasutri) di kota Cirebon Putri Priyanti (26) dan Dewa (28) kehilangan anak kesayangannya saat dirawat di Rumah Sakit (RS) Pelabuhan Cirebon. Belum kering airmata karena kehilangan anak, pasutri ini masih terbebani untuk menebus STNK yang ditahan pihak rumah sakit sebagai jaminan.
Menurut keterangan salah satu kerabat pasutri, Memet menceritakan, bahwa anak pasutri bernama Radja Rahayu Putra (1 tahun) masuk ke RS Pelabuhan Cirebon pada Minggu (15/3/2020) karena mengalami demam. Setelah menjalani penanganan selama tiga hari tepatnya pada Selasa (17/3/2020), anak pasutri ini meninggal dunia karena dehidrasi berat dan terpaksa langsung dibawa pulang.
Saat akan pulang dan mengurusi adminustrasi, biaya yang harus dibayar oleh pihak keluarga pasien sebesar Rp 7,3 juta. Hanya saja pihak keluarga hanya bisa membayar Rp 4 juta.
“Akhirnya kekurangannya sekitar Rp 3,3 juta akan dibayarkan kemudian. Tapi pihak rumah sakit saat itu meminta kepada pihak keluarga jaminan dan membuat surat pernyataan. Bahkan pihak rumah sakit menahan STNK sebagai jaminan,” katanya.
Menurut Memet, apa yang dilakukan RS Pelabuhan Cirebon itu tidak bisa dibenarkan. “Seharusnya tidak boleh ada jaminan kepada keluarga pasien, artinya tidak dibenarkan rumah sakit menahan apapun dati keluarga pasien selain KTP,” tegasnya.
Sementara itu Humas RS Pelabuhan, Yeni Rahmawati, ketika dikonfirmasi membenarkan jika pihaknya memang menwrima pasien atas nama keluarga teraebut.
Namun dia menjelaskan, jika pada saat masuk pasien tersebut tidak mempunyai BPJS sehingga otomatis masuk kategori umum (tunai).
“Kami disini ada kebijakan toleransi untuk pengurusan BPJS. Misalnya punya BPJS, dicek ternyata tidak aktif preminya, entah mandiri atau lainnya, atau misalnya tidak bayar premi. Sedangkan aturan untuk pembuatan kartu BPJS yang baru itu 14 hari kemudian, tetapi kami tanganin dari mulai IGD sampai pasien ke ICU,” katanya.
Yeni melanjutkan, pada saat keluarga pasien masih mengurus BPJS, pasien tersebut ternyata meninggal dunia, otomatis semua prosedur rumah sakit harus lunas pada saat itu.
Ketika ditanya soal penahanan STNK, Yeni agak kaget. Karena menurutnya pihak rumah sakit tidak pernah melakukan standar operasional (SOP) seperti itu. “Tapi kalau meninggalkan KTP itu benar, agar kami bisa berkomumikasi dengan pihak keluarga pasien,” jelas Yeni.
Dia bahkan menduga ada kesalahan di bagian manajemen dan pihak berjanji akan melakukan crosscek. “Kemungkinan ini human error,” pungkasnya.(dms)